Setelah Jo tidak menemukan Elsa, Jo berjalan selalu diikuti oleh Sore. Kemanapun dia melangkah, Sore selalu ada di belakangnya. Sampai akhirnya Jo merasa kesal.
"Kamu nih apa sih?" bentak Jo pada Sore.
"Ya... masih marah soal Elsa yah? Kan memang seharusnya kalian putus. Bukannya kamu gak seneng yah cara dia perlakuin ke papa nya?"
"Sebenernya kamu itu siapa sih?" Jo tak habis pikir mengapa Sore begitu tahu banyak tentang dirinya.
"I..iya dari masa depan."
"Heem."
"Yaudah dari masa depan terus ngapain ke sini?" Jo merasa kesal dengan jawaban dari Sore
"Hmm kamu tuh dari dulu pernah cerita kalo kamu pernah tinggal di Itali tapi kamu belum pernah bawa aku ke sini."
"Yaudah.. sekarang udah di Itali kan terus ngapain ngikutin aku, kamu jalan sendiri kek."
"Mungkin kamu mau nemenin."
"Haahhhhh" Jo hanya bias mendesah panjang. (Btw di scene ini kita disajikan keindahan musik jalanan Itali loh, jadi enak deh mereka marahan tapi ada backsoundnya hehe)
Jo kemudian menaiki bis dan lagi-lagi dia diikuti oleh Sore. Sore duduk dua kursi dibelakang Jo. Jo merasa sangat tidak nyaman Sore berada di sekitarnya. Bis itu melakukan perjalanan. Keindahan panorama Itali dan jalanan-jalanan khas Itali sungguh memanjakan mata. Merekapun sampai di depan rumah Jo. Sebelum masuk rumah Jo menoleh ke arah Sore.
"Hari ini cukup yah. Kalo kamu masih ngikutin aku, aku telpon polisi." Jo kemudian masuk ke dalam rumahnya. Sedangkan Sore hanya bisa diam mendengar ancaman Jo.
Setelah berada di dalam rumah, Jo sedikit merasa tak enak hati kepada Sore, tapi dia tak mau memikirkannya lagi, Jopun membaringkan tubuhnya di kasur. Tapi tak lama kemudian dia berjalan menuju teras dan mengecek keberadaan Sore.
Sore tengah duduk manis di pinggiran pagar jalan depan rumah Jo. Ketika Sore menyadari Jo tengah melihatnya. Dia buru-buru berdiri dan tersenyum mengatakan hai pada Jo. Jo masih dingin menanggapinya. Ia bahkan langsung masuk lagi ke dalam rumah.
Malamnya Jo merasa tak bisa nyenyak tidur. Iapun kembali melihat Sore dari teras rumahnya. Sore sedang berdiri membelakangi Jo. Jopun masuk lagi ke dalam rumah. Saat pagi hari Jo lagi-lagi mengecek keadaan Sore. Kali ini Sore sedang duduk lesu dan tampak menguap. Jo terlihat bingung. (ciyee yang mulai perhatian hehe)
Jo pun pergi menemui Sore. "Mau kamu apa sih?" tanya Jo. Tapi belum sempat Sore menjawab. Perutnya malah lebih dulu berbunyi.
Dan jadilah mereka berada di tempat makan. Saat pelayan datang. Jo memesan serloin medium. Tapi Sore melarangnya. Dia menyuruh pelayan untuk membawakan dua salad dan garlic breakfast. Jo merasa bingung tapi dia tak terlalu menghiraukannya.
"Kalopun kamu bener dari masa depan, aku tuh gak mungkin nikah sama cewek kaya kamu."
"Yes you will." jawab Sore penuh senyum
"Kita kapan nikahnya?" Jo makin gak percaya
"Mmm kira-kira dua tahun dari sekarang dan itu tergantung sih si Benny jadi buka kedai kopinya di Jakarta akhir bulan ini atau engga dan itu juga kalo kamu pulang."
"Cindy gimana kabarnya?" Jo mencoba menjebak Sore
"Cindy?"
"Iya adik aku."
"Kamu gak punya adek."
"Kalo mama gimana?"
"Mamaku atau mamamu?"
"Mamaku."
"Oh Mama Wulan, baik sehat seperti biasa masih ngajakin temen-temennya yoga di rumah dan kamu tetep gak mau ikut."
Tiba-tiba Jo melihat hidung Sore berdarah. Dia memberi tahu Sore. Sore otomatis langsung menutup hidungnya.
"Sorry, mereka memang bilang memang ada efek sampingnya sih. Mmm Jo kalo ada sesuatu terjadi sama aku jangan dibawa ke rumah sakit yah, nanti urusannya bisa panjang." Sore mencoba menjelaskan. "Aku gak apa-apa ya. Toilet dimana yah?"
"Di sana." Jo menunjukan arah toilet.
Sore berdiri dan berjalan menuju arah yang Jo tunjukkan. Tapi belum jauh langkah Sore, ia malah jatuh pingsan. Jo spontan langsung mencoba membangunkan tubuh Sore. Dia memastikan kepada pengunjung restoran yang lain bahwa gadis ini tidak apa-apa.
Akhirnya Jo pun harus menggendong Sore dibelakang punggungnya sepanjang jalan.
(to be continue...)
No comments:
Post a Comment